Menurut satu riwayat, Raja Sulaiman bin Abdul Malik pernah menyuruh menterinya agar menangkap seorang lelaki yang dikehendakinya untuk dibunuh. Segera saja sehabis mengetahui perintah raja itu, lelaki yang dicari tadi segera melarikan diri. Lelaki itu lari ke kampung lain. Di kampung tersebut dia mendengar isu bahwa orang yang bernama ini diperintahkan untuk ditangkap atau dibunuh. Dia semakin ketakutan lalu lari lagi ke kampung lain. Di kampung itu pun rupanya sudah tersiar isu itu yang mengakibatkan dia lari lagi ke kampung lain. Begitulah yang dia dengar setiap pergi ke suatu kampung. Akhirnya, dia berpikir untuk lari ke negeri di luar kekuasaan Sulaiman bin Abdul Malik.
Sekarang dia sudah sampai di satu padang pasir yang amat luas, yakni di daerah itu tidak ada pohon yang tumbuh, tidak ada air dan masakan apapun, bahkan daerah itu terlihat menyerupai tanah yang tidak pernah diinjak oleh manusia.
Di situ dia melihat seorang lelaki sedang mengerjakan shalat. Dia melihat di sekeliling orang yang shalat itu, ternyata tidak ada tunggangan, tidak ada perbekalan dan sebagainya. Dia begitu heran melihat lelaki itu mengapa berada seorang diri di daerah itu. Dia ingin mendekati lelaki itu tetapi tidak jadi lantaran ketakutan. Hatinya berbisik: “Ini insan atau jin?”. Dia memberanikan diri untuk mendekati lelaki itu. Kemudian lelaki itu memandang ke arahnya dan berkata: “Benarkah Sulaiman bin Abdul Malik yang membuatmu ketakutan sehingga engkau tersesat ke daerah ini?”. Dia berkata: “Betul tuan”. Lelaki itu berkata: “Mengapa engkau tidak membuat benteng dalam dirimu?”. Dia bertanya: “Benteng apa maksudnya?”. Lelaki itu berkata: “Bacalah zikir menyerupai ini (yang maksudnya):
Maha Suci (Tuhan) Yang Maha Esa yang tidak ada Tuhan selain-Nya.
Maha Suci (Tuhan) Yang Maha terdahulu dan tidak ada yang menjadikan-Nya.
Maha Suci (Tuhan) Yang Maha Kekal dan tidak akan binasa.
Maha Suci (Tuhan) Yang Dia setiap hari dalam kesibukan.
Maha Suci (Tuhan) Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan.
Maha Suci (Tuhan) yang telah membuat apa yang dilihat dan tidak kelihatan.
Maha Suci (Tuhan) yang mengajari segala sesuatu tanpa pengajaran secara langsung.
Dalam zikir di atas dijelaskan bahwa Allah setiap hari atau waktu berada dalam kesibukan. Ini sebetulnya sanggup ditemukan di dalam Al-Qur’an, yaitu ayat yang mengatakan: Setiap waktu Dia (Allah) dalam kesibukan. (QS. Ar-Rahman: 29)
Maksudnya, Allah SWT senantiasa dalam keadaan menciptakan, menghidupkan, mematikan, memelihara, memberi rezeki kepada semua makhluk dan sebagainya. Orang itu berkata: “Bacalah zikir ini”. Lelaki itu berkata: “Maka saya pun menghafal zikir itu dan membacanya. Tiba-tiba lelaki itu sudah menghilang dan tidak terlihat lagi. Tetapi berkat amalan itu, perasaan takut sudah hilang dari diriku. Aku sudah bermaksud pulang ke kampungku untuk menemui keluargaku, bahkan saya ingin pergi menemui Sulaiman bin Abdul Malik.
Pada suatu waktu, di mana rakyat biasa diperbolehkan berjumpa dengan Sulaiman bin Abdul Malik, saya pun masuk ke istananya. Sebaiknya saya masuk ke ruang tamunya, dia lalu memandangku seperti ada sesuatu yang ingin dikatakannya. Dia mendekatiku lalu berkata: “Engkau telah menyihirku”. Saya jawab dengan tenang: “Wahai Amirul Mukminin, saya tidak menyihir tuan. Saya tidak pernah mencar ilmu ilmu sihir dan saya tidak akan menyihir tuan”.
Sulaiman bin Abdul Malik membuktikan apa yang ada dalam hatinya secara jujur: “Dulu, saya begitu marah melihatmu. Aku sudah bertekad untuk membunuhmu. Rasanya kerajaanku ini tidak sempurna jikalau tidak membunuhmu. Tetapi sehabis melihat wajahmu tadi, saya begitu sayang kepadamu. Sekarang ceritakan secara jujur apa yang engkau amalkan itu. Dia pun menyebutkan zikir tadi. Mendengar yang demikian Sulaiman bin Abdul Malik berkata: “Demi Allah, Nabi Khidir-lah yang mengajarkan amalan itu kepadamu”. Akhirnya raja Sulaiman bin Abdul Malik memaafkan segala kesalahannya dan menyayanginya.
Wallahu A’lam
Oleh: Syaikh Ibnu Hajar Al-Asqalani
Sumber https://romanacinta.blogspot.com/