Saat kita membaca kitab-kitab sirah, Sayyidina Ali tidak dikenal sebagai dokter. Beliau tidak biasa mengobati pasien yang sakit. Beliau lebih dikenal sebagai sosok tangguh yang berpengetahuan luas, sang berilmu kelas kakap di zamannya, juga sang pemimpin yang tegas. Karena keluasan ilmunya, Nabi memberinya gelar “babu al-madinah al-Ilmi”, pintunya kota ilmu. “Aku ialah kotanya ilmu, sedangkan Ali ialah pintunya,” demikian sabda Nabi yang populer itu.
Bukan Sayyidina Ali bila tidak mampu memecahkan masalah, termasuk di dunia medis. Suatu saat Ali didatangi seorang laki-laki yang mengadukan sakit perut. Ia meminta Ali untuk mengobatinya. Laki-laki ini tidak berpikir bahwa Ali bukan dokter, yang ia tahu ialah Sahabat Ali ialah orang yang multi talenta, apa pun masalahnya mampu diatasi.
“Aku memohon petunjuk dari engkau untuk mengobati sakit perutku ini,” pinta laki-laki tadi. Tanpa pikir panjang, Ali bin Abi Thalib segera menyampaikan resepnya. Beliau mengatakan: “Ambillah dari mahar istrimu sebanyak dua dirham dan belilah madu. Campurlah madu itu dengan air hujan yang baru turun dari langit, kemudian minumlah.”
Laki-laki tadi penasaran, dari mana Ali mengetahui resep itu. Sebelum sempat menanyakan, Ali sudah menjawabnya dengan penjelasan selanjutnya. Sang mantu Nabi ini mengatakan: “Sesungguhnya aku mendengar firman Allah ihwal air hujan: “Dan kami turunkan dari langit air yang memberkahi.” (QS. Qaf: 9). Aku juga mendengar Allah berfirman ihwal madu: “Di dalam madu terdapat obat bagi manusia.” (QS. An-Nahl: 69). Dan aku mendengar Allah berfirman ihwal mahar istri: “Kemudian bila mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) sumbangan itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 4).
Dalam riwayat lain, versi Syekh Abdu bin Humaid dan lainnya disebutkan redaksi yang senada, bahwa Sayyidina Ali berkata:
“Bila kalian merasakan sakit, maka mintalah kepada istrimu tiga dirham atau lainnya, belikan darinya madu dan campurlah dengan air hujan, ia telah mengumpulkan antara sedap, baik akibatnya, obat dan keberkahan.”
Sayyidina Ali memadukan tiga unsur keberkahan untuk mengobati sakit perut pasiennya tadi. Air hujan, madu, dan mahar istri. Layaknya seorang dokter yang meracik obat dari beberapa unsur yang berbeda. Sayyidina Ali berhasil mengobati pasiennya. Beliau memadukan resep-resepnya dari ayat Al-Qur’an dengan sangat piawai. Beliau mengumpulkan antara keberkahan (air hujan), obat (madu), sedap (hanî’) dan baik akhirnya (marî’a).
Mahar istri sebagaimana dijelaskan oleh para ulama memang mengandung banyak keberhakan. Meski mahar ialah hak istri, namun bila istri merelakannya untuk digunakan suami, maka dalam pandangan fiqih boleh digunakan. Sebagian ulama bahkan menyebutkan bahwa mahar istri baik sekali untuk digunakan modal usaha suami, tentu sehabis melalui proses musyawarah dengan istri.
Demikianlah resep obat sakit perut menurut Sayyidina Ali radliyallahu ‘anh, sebelum dicoba, penulis sarankan untuk mengonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
Sumber https://romanacinta.blogspot.com/