Halaman

    Social Items

loading...
loading...
Showing posts with label artikel. Show all posts
Showing posts with label artikel. Show all posts
Masjid Agung Semarang, sebagai masjid tertua di kota Semarang- ibukota Jawa Tengah, memiliki sejarah yang panjang dan erat kaitannya dengan sejarah berdirinya kota Semarang. Masjid yang kini telah menjadi cagar budaya dan harus dilindungi menjadi kebanggan warga Semarang karena bangunannya yang khas, mencerminkan jati diri masyarakat pesisir yang lugas tetapi bersahaja. Seperti halnya pada masjid-masjid kuno di pulau Jawa, Masjid Agung Semarang berada di pusat kota (alun-alun) dan berdekatan dengan pusat pemerintahan (kanjengan) dan penjara, serta dekat dengan pusat perdagangan (pasar Johar), merupakan ciri khas dari tata ruang kota pada jaman dahulu.

Pengaruh walisongo pada masa perkembangan Islam di tanah Jawa yang begitu kuat, menghipnotis ciri arsitektur Masjid Agung Semarang. Ini semua mampu dilihat dari atap Masjid yang berbentuk tajuk tumpang (tingkat) tiga. Arsitektur ini juga seperti dengan Masjid Agung Demak yang dibangun pada masa kesultanan Demak. Atap tingkat tiga merupakan representasi dari makna filosofi Iman, Islam dan Ihsan. Berbeda dengan Masjid Agung Demak, Masjid Agung Semarang dibungkus dengan materi seng bergelombang, pada waktu itu merupaan materi yang langka dan secara khusus harus didatangkan dari Belanda.

Masjid Agung Semarang memiliki ciri arsitektur Jawa yang khas, dengan bentuk atapnya menyiratkan bangunan gaya Majapahit. Bagian tajug paling bawah menaungi ruangan ibadah. Tajug kedua lebih kecil, sedangkan tajug tertinggi berbentuk limasan. Semua tajug ditopang dengan balok-balok kayu berstruktur modern. Yang membedakan lagi, bangunan utama Masjid Agung Demak disangga empat soko guru, sedang atap Masjid Agung Semarang ditopang 36 soko (pilar) yang kokoh. Bentuk atap limasan yang diberi hiasan mustaka, sementara pintunya berbentuk rangkaian daun waru, melambangkan arsitektur Persia atau Arab.

Di ruangan masjid, terdapat mihrab yang terlihat runcing dengan langit-langit dari beton, terdapat mimbar imam yang terbuat dari kayu jati dilengkapi ornamen ukir yang indah. Konon pada jaman dahulu mimbar ini dibuat sepasang, salah satunya untuk tempat sholat bupati Semarang. Komplek masjid dibatasi oleh pagar tembok dan pagar besi. Entrance utama berupa gerbang masuk gapura (tepatnya di jl. Alun-alun Barat) dan pada samping (tepatnya di jl. Kauman) terdapat pintu gapuro yang lebih kecil.

Masjid Agung Semarang memiliki peranan penting dalam penyebaran agama Islam di kota Semarang. Bahkan masjid ini juga dianggap sebagai simbol pembauran masyarakat, karena di sekitar alun-alun dekat masjid kala itu bermukim warga dari aneka macam etnis. Di sebelah utara yang berbatasan dengan Kali Semarang dan pelabuhan, merupakan perkampungan warga etnis Arab dan Koja. Di sebelah barat bermukim etnis Melayu dan sebelah selatan bermukim etnis Jawa yang membaur ke timur bersama etnis China. Hingga kini, di sekitar Masjid Agung Semarang menjadi rumah suci pemersatu umat.

Dalam sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia, Masjid Agung Semarang juga menyimpan dongeng yang menarik. Masjid ini menjadi satu-satunya masjid di Indonesia yang mengumumkan kemerdekaan bangsa Indonesia secara terbuka hanya beberapa saat setelah diproklamirkan. Seperti diketahui kejadian proklamasi yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta pada hari Jum’at pukul 10.00 pagi. Lebih kurang satu jam setelah itu, ialah pada saat sebelum sholat Jum’at, Alm. dr. Agus, salah seorang jamaah aktif di Masjid Agung Semarang melalui mimbar Jum’at dan di hadapan jamaah mengumumkan terjadinya proklamasi RI.  Keberanian Alm. dr. Agus harus dibayar mahal, karena setelah kejadian itu ia dikejar-kejar tentara Jepang dan melarikan diri ke Jakarta sampai meninggal di sana. Sebagai penghargaan atas kejadian tersebut pada tahun 1952, Presiden RI pertama Ir. H. Soekarno menyempatkan diri hadir untuk melakukan sholat Jum’at dan berpidato di masjid ini.


Masjid Agung Kauman Semarang pada masa penjajahan


Masa  Awal Berdirinya

Hingga saat ini masih belum diperoleh keterangan ataupun data yang akurat yang mampu memastikan kapan masjid Agung Semarang mulai dibangun dan didirikan. Berdasarkan catatan-catatan sejarah dan cerita-cerita tutur yang mampu dijadikan dasar rujukan, masjid ini didirikan pertama kali pada pertengahan masa XVI masehi atau pada masa kesultanan Demak.

Alkisah, seseorang dari kesultanan Demak yang bernama Made Pandan, ia seorang maulana dari Arab yang nama aslinya Maulana Ibnu Abdul Salam mendapatkan perintah dari Sunan Kalijaga untuk menggantikan kedudukan Syekh Siti Jenar yang ajarannya dianggap menyimpang. Bersama putranya, Made Pandan meninggalkan Demak menuju ke kawasan barat di suatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirangan dan membuka hutan dan menyiarkan agama Islam. Dari waktu ke waktu kawasan itu semakin subur dari sela-sela kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga mengatakan nama kawasan itu menjadi Semarang.

Made Pandan mula-mula mengawali tugasnya dengan membangun sebuah masjid yang sekaligus dijadikan sebagai padepokan untuk pusat acara dalam mengajarkan agama Islam. Masjid inilah yang merupakan cikal-bakal Masjid Agung Semarang. Ketika pertama kali didirikan, masjid ini belum menempati tempatnya yang sekarang. Terletak di kawasan Mugas (sekarang termasuk wilayah kecamatan Semarang Selatan). Sebagai pendiri desa dan pemuka agama di kawasan setempat, Made Pandan bergelar Ki Ageng Pandan Arang.

Lambat laun efek Ki Ageng Pandan Arang semakin besar dan kawasan tersebut juga semakin mengatakan pertumbuhannya yang meningkat, sehingga menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari kesultanan Pajang. Karena persyaratan peningkatan kawasan mampu terpenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kadipaten/Kabupaten. Akhirnya Pandan Arang oleh Sultan Pajang melalui konsultasi dengan Sunan Kalijaga, dinobatkan menjadi Bupati Semarang yang pertama. Peristiwa itu bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tanggal 12 Rabiul Awal tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1547 M. Pada tanggal itu “secara sopan santun dan politis berdirilah kota Semarang”.

Masa Kesultanan Mataram

Setelah dinobatkan menjadi bupati Semarang yang pertama, Ki Ageng Pandan Arang menjadikan masjid yang dibangunnya tidak sekedar untuk tempat ibadah dan tempat mengajarkan agama saja, tetapi juga digunakan sebagai pusat acara pemerintahan. Seiring dengan perkembangan waktu, kawasan Mugas dianggap kurang strategis sebagai pusat pemerintahan, sehingga ia pindah di kawasan yang lebih strategis di kota Semarang cuilan bawah di Bubakan.

Beliau juga memindahkan Masjid Agung Semarang di kawasan tersebut, tetapi lokasinya juga bukan di tempatnya sekarang. Lokasi di mana masjid ini belum mampu dipastikan. Peta kuno Semarang yang tersimpan di Rijks Archief (museum arsip) di Belanda menggambarkan bahwa waktu itu Masjid Agung Semarang terletak di sebelah timur laut dari kabupaten Semarang ialah di sekitar kawasan Pedamaran.

Konon, tidak lama setelah itu Ki Ageng Pandan Arang wafat dan dimakamkan di bukit Pakis Aji. Kedudukannya  sebagai bupati sekaligus sebagai pemimpin dan penyebar agama digantikan oleh putranya yang bergelar Ki Ageng Pandan Arang II. Namun, ia hanya tiga tahun menduduki tahta kabupaten karena atas pesan tersirat Sunan Kalijaga, ia lebih mengutamakan tugasnya sebagai penyebar agama daripada kiprah memimpin pemerintahan.
Ki Ageng Pandan Arang II kemudian melanglang buana ke arah selatan untuk berbagi agama Islam di kawasan yang kemudian dinamakan Salatiga, Boyolali dan terus menuju Klaten. Beliau juga mendirikan padepokan (pondok) sebagai pusat penyebaran agama di suatu tempat yang dinamakan Tembayat, sehingga ia juga terkenal dengan sebutan Sunan Tembayat. Beliau wafat di tempat itu pada tahun 1553 dan dimakamkan di bukit Jabalkat (dari bahasa arab Jabal Qaf).

Sesudah bupati Pandan Arang II mengundurkan diri, kedudukan sebagai bupati dan pemimpin agama di Semarang digantikan oleh adiknya yang bernama Raden Ketib, Pangeran Kanoman atau Ki Ageng Pandan Arang III (1553-1586) sekaligus juga bergelar pangeran Mangkubumi I. Beliau digantikan putranya yang bernama Kyai Khalifah yang bergelar Pangeran Mangkubumi II. Kemudian disusul pengganti berikutnya ialah Kyai Mas Tumenggung Tambi (1657-1659), selanjutnya Kyai Mas Tumenggung Wongsorejo (1659-1666), Kyai Mas Tumenggung Prawiroprojo (1666-1670), Kyai Mas Tumenggung Alap-alap (1670-1674). Sampai pada masa Bupati ini, kabupaten Semarang masih di bawah Kesultanan Mataram.


Suasana sekitar Masjid Agung Semarang masa penjajahan


Masa Penjajahan

Bangsa penjajah mulai memasuki kota Semarang pada masa pemerintahan bupati ke-10, bernama Kyai Mas Tumenggung Judonegoro, yang bergelar Kyai Tumenggung Adipati Suro Hadimenggolo I (1674-1701). Kemudian ia digantikan Kyai Tumenggung Mertoyudo yang bergelar Kyai Tumenggung Adipati Suro Hadimenggolo II (1743-1751).

Pada masa pemerintahan Adipati Suro Hadimenggolo II terjadi kejadian kebakaran  besar yang memusnahkan masjid peninggalan Ki Ageng Pandan Arang. Peristiwa bermula balasan terjadinya pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap pemerintahan kolonial Belanda yang dipicu permasalahan persaingan dagang oleh VOC. Karena lokasi Masjid Agung Semarang berdekatan dengan VOC di Bubakan dan juga tak jauh dari kampung Pecinan maka menjadikan Masjid Agung Semarang ikut terbakar habis.

Usaha mendirikan masjid dilakukan oleh Bupati Suro Hadimenggolo II dan lokasinya tidak menempati tempat yang lama, tetapi pindah ke lokasi yang lebih strategis di sebelah barat Bubakan ialah tempatnya yang kini di kawasan Alun-alun Barat Semarang. Tepatnya di ujung Jalan Kauman, di sebelah barat Alun-alun arah depan, sebelah kiri dari pendapa Kabupaten yang lazim disebut “kanjengan”.

Pengganti Suro Hadimenggolo III bernama Marmowijoyo atau Sumowijoyo atau Sumonegoro atau Suro Hadimenggolo III  (1751-1773). Pada masa ini terjadi perjuangan perbaikan besar-besaran terhadap bangunan Masjid Agung Semarang. Hingga menjadi sebuah masjid yang benar-benar megah dan manis pada waktu itu. Karena kiprah Bupati Suro Hadimenggolo III dalam pembangunan Masjid, ada yang menjulukinya sebagai “desticher van de ecrste te Semarang” (pendiri masjid besar yang pertama di Semarang).

Perbaikan masjid berlangsung selama dua tahun ialah mulai tahun 1759 sampai 1760. Beliau wafat kira-kira 13 tahun setelah selesainya pembangunan masjid. Dan sejak tahun 1773 ia digantikan oleh putranya yang bergelar Kyai Mas Tumenggung Suro Hadimenggolo IV, selanjutnya digantikan oleh Pangeran Terboyo yang bergelar Kyai Mas Tumenggung Adipati Suro Hadimenggolo V, dan digantikan Raden Tumenggung Surohadiningrat, kemudian digantikan Putro Suhadimenggolo (1841-1855), Mas Ngabehi Reksonegoro (1855-1860), sampai pada masa ini tidak tercatat adanya perubahan atau peristiva yang berarti terhadap Masjid Agung Semarang. Hal ini mengatakan betapa kokohnya bangunan Masjid semasa pemerintahan Bupati Suro Hadimenggolo III.

Baru kemudian pada masa pemerintahan bupati Raden Mas Suryokusuma (1860-1887), terjadi perbaikan masjid pada tahun 1867. Namun demikian maksud baik Bupati Suryokusumo tidak berjalan lancar karena kurangnya pendanaan. Perbaikan masjid yang sudah termakan usia dilanjutkan oleh bupati yang menggantikannya yakni Bupati Raden Reksodirejo (1887-1891). Namun belum sampai selesai, ia wafat dan digantikan oleh Bupati Raden Mas Tumenggung Purbaningrat.

Raden Mas Tumenggung Purbaningrat dengan kewibawaan dan kekuasaannya berhasil mengatasi kesulitan dana dan memulai pembangunan kembali masjid ini. Mulai tahun 1883 masjid telah difungsikan kembali dengan konstruksi yang cukup megah dan kuat. Namun hanya dalam tempo dua tahun setelah masjid difungsikan tepatnya pada tanggal 10 April 1885 kembali terjadi insiden alam kebakaran. Seluruh bangunan berikut barang-barang berharga yang terdapat di dalamnya tidak ada yang mampu diselamatkan, sehingga umat Islam di kota Semarang pada waktu itu benar-benar dalam suasana murung yang amat dalam. Konon, kebakaran terjadi balasan tersambar petir pada malam hari sekitar pukul 20.30 WIB.

Usaha membangun kembali masjid yang terbakar dilaksanakan pada tahun 1889 pada masa pemerintahan Bupati Cokrodipiro, dibantu oleh seorang arsitek Belanda bernama Ir. GA. Gambier dan berhasil diselesaikan dalam tempo yang sangat singkat sehingga sejak bulan April 1890, masjid telah mampu difungsikan kembali sampai sekarang. Peristiwa terbakarnya masjid dan pembangunannya kembali diabadikan pada prasasti empat bahasa (Arab, Jawa, Belanda dan Melayu) yang dipasang menyatu dalam cuilan dinding gapura masjid.

Pada masa pemerintahan Raden Mas Soebiyono (1897-1927), yang bergelar Raden Mas Tumenggung Adipati Purboningrat menganugerahkan tiga buah pusaka untuk disimpan di dalam masjid ialah berupa tombak bernama Kyai Plered, Kyai Puger dan Kyai Mojo, sampai saat ini masih terawat dan tersimpan sebagai pusaka masjid.

Selanjutnya jabatan Bupati Semarang Raden Mas Amin Sujitno (1927-1942) Raden Mas AA Sukarman Mertohadinegoro (1942-1945) dan Raden Soediyono Taruna Kusumo (1945), hanya berlangsung satu bulan karena memasuki masa kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.

Masjid Agung Semarang masa kini


Masa Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, bupati Semarang dijabat oleh M. Soemardjito Priyohadisubroto. Kemudian pada masa Pemerintahan RIS ialah pemerintahan federal diangkat Bupati RM. Condronegoro sampai tahun 1949. Sesudah pengakuan kedaulatan dari Belanda, jabatan bupati diserahterimakan kepada M. Sumardjito. Penggantinya ialah R. Oetojo Koesoemo (1952-1956). Kedudukannya sebagai bupati Semarang bukan lagi mengurusi kota melainkan mengurusi kawasan luar kota Semarang. Hal ini terjadi sebagai balasan berkembangnya Semarang sebagai Kota Praja.

Dampak dari perkembangan Semarang sebagai Kota Praja ialah Masjid Agung Semarang yang sebelumnya menjadi urusan bupati Semarang diserahkan kepada walikota Semarang. Sehingga pada tahun 1950, walikota Semarang RM. Hadi Soebeno Sosrowerdojo (1951-1958), melakukan upaya pembangunan serambi guna menambah kapasitas tempat sholat.

Pada tahun 1962 atas desakan uma Islam, karena adanya aksi-aksi penjarahan oleh PKI/BTI terhadap aset-aset masjid, maka pemerintah Republik Indonesia  mengatakan status hukum tersendiri terhadap Masjid Agung Semarang, ialah dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Agama Nomor 92/Tahun 1962, Masjid Agung Semarang bersama-sama dengan Masjid Agung Demak, Kaliwungu dan Kendal dinyatakan sebagai masjid wakaf dan sebagai nadzirnya ditunjuk Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) yang merupakan salah satu lembaga di bawah Departemen Agama.


Semasa pemerintahan Orde Baru, Masjid Agung Semarang telah berulang kali mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Pada tahun 1979-1980 memperoleh dana santunan Presiden sebesar Rp. 10 juta yang dialokasikan untuk perbaikan atap dan interior masjid. Kemudian santunan dari Presiden diterima lagi pada tahun197-1988 sebesar Rp. 150 juta yang dialokasikan untuk biaya pemugaran total terhadap serambi Masjid.

Walikota Semarang, Kol. H. Imam Soeparto Tjakrajoeda SH. (1980-1990) secara khusus juga menaruh perhatian terhadap Masjid Agung Semarang. Pada tahun 1982-1983 ia memprakarsai pembangunan menara (terbuat dari baja) berikut sound system dan sirine (pengganti bom udara) untuk tanda waktu imsak dan berbuka puasa di bulan Ramadhan. Pembiayaannya diperoleh dari kas APBD Kota Semarang.


Sumber: masjidagungsemarang.com

Sumber https://romanacinta.blogspot.com/

Sejarah Berdirinya Masjid Agung Kauman Semarang

Rasulullah yaitu Nabi dan utusan terakhir yang ditugaskan Allah untuk mengembangkan risalah langit kepada umat manusia. Beliau lahir di Makkah pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal, bertepatan dengan tanggal 29 Agustus 580 M. Meski lahir dan besar di tanah Arab, namun anutan dan risalah Rasulullah bukan hanya untuk bangsa Arab saja tetapi juga untuk seluruh umat manusia, bahkan bangsa jin. Demikianlah, anutan yang dibawa Rasulullah melintasi zaman dan geografi, terus berkembang sampai kini.  

Lalu yang kerap kali menjadi pertanyaan yaitu mengapa Rasulullah berasal dari bangsa Arab, Makkah tepatnya? Mengapa Rasulullah tidak lahir dari bangsa Romawi, Persia, ataupun India yang pada ketika itu merupakan peradaban terbesar dan maju? 

Merujuk buku Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), seorang ulama besar Mesir Syekh Mutawalli as-Sya’rawi mengemukakan kalau bangsa Arab dulu mempunyai semangat menjelajah atau hidup perpindah-pindah (nomaden) dan bahagia berperang. Dengan abjad menyerupai itu, mereka dinilai selalu siap untuk mengembangkan risalah kenabian ke seluruh penjuru. Meski jiwa dan darah yang menjadi taruhannya. Itulah kenapa Alah menentukan rasul dari bangsa Aarab.

“Kalau Allah menghendaki sesuatu, Dia mempersiapkan sebab-sebab-Nya,” kata Syekh Mutawalli as-Sya’rawi.

Sementara berdasarkan ulama masyhur asal India Abu Hasan an-Nadwi menjelaskan kalau Rasulullah dipilih Allah dari bangsa Arab lantaran “alasan-alasan tertentu”. Menurut an-Nadwi, masyarakat Arab pada ketika itu mempunyai jiwa yang relatif higienis dan belum ternodai dengan ide-ide jelek yang tertancap sehingga susah dihapus. Di samping itu, tidak ada keangkuhan dan kesombongan di hati masyarakat Arab. Hati mereka hanya tertutup oleh keluguan dan kebodohan. Kebodohan yang sederhana, bukan berganda sehingga gampang dihapus.

Masyarakat Arab pada waktu itu juga mempunyai kemauan yang kuat, tegas, hitam-putih. Dalam artian, mereka akan keukeuh memerangi Islam manakala kebenaran Islam tidak dipahaminya. Namun, jikalau kebenaran Islam sudah merasuk ke dalam hati dan jiwanya maka mereka akan membelanya dengan sepenuh hati, raga, dan harta, bahkan nyawa.



Tidak hanya itu, dalam sejarahnya masyarakat Arab tidak pernah dijajah imperium asing. Mereka juga tidak rela diperbudak. Keadaan menyerupai itu menyebabkan mereka bertumbuh menjadi masyarakat yang egaliter, merdeka, dan cinta alam. Plus masyarakat Arab mempunyai tabiat yang tegas, berani, berterus terang, dan tidak suka menipu diri sendiri, apalagi orang lain. Watak dan abjad masyarakat Arab yang menyerupai itulah yang menciptakan Allah menentukan utusan-Nya dari bangsa Arab. 

Abu Hasan an-Nadwi juga menyinggung kenapa Rasulullah tidak berasal dari bangsa Romawi, Persia, ataupun India yang notabenenya peradaban besar pada ketika itu. Kata an-Nadwi, masyarakat India pada ketika itu yaitu masyarakat yang sombong dengan pengetahuan, peradaban, filsafat, dan budayanya. Hal itu menciptakan jiwa dan pikiran mereka menjadi kompleks sehingga susah dihapus dan dimasuki dengan ‘ajaran baru’. Begitu pun dengan masyarakat Romawi dan Persia. Jiwa mereka sudah ‘ternodai’ dengan ‘ide-ide buruk’ yang susah dihapus. 

Wallahu A’lam


Sumber: Situs PBNU

Mengapa Allah Membuat Rasulullah Dari Bangsa Arab?

Potongan Qashidah Burdah dibawah ini sudah cukup terkenal. Lirik ini mengungkapkan syafaat Rasulullah saw. yang dibutuhkan dikala umatnya menemui duduk masalah atau situasi sulit.

هُوَ الحَبيبُ الذي تُرْجَى شَفاعَتُهُ # لِكُلِّ هَوْل من الأهوال مُقْتَحِمِ

“Dialah al-habib, sang kekasih yang dibutuhkan syafaatnya # bagi setiap huru-hara yang menyergap tiba-tiba.”

Kata “diharapkan” ini penting digarisbawahi. Padahal kita mengetahui kepastian syafaat Rasulullah saw. Tetapi kenapa dibutuhkan pula? Syekh Ibrahim Al-Baijuri mencoba menerangkannya sebagai berikut:

وانما عبر بالرجاء مع أن شفاعته صلى الله عليه وسلم مقطوع بها إشارة إلى أنه لا ينبغي للشخص أن ينهمك في المعاصى ويتكل على الشفاعة وله صلى الله عليه وسلم شفاعات

“Syekh Muhammad bin Sa‘id al-Bushiri mengungkapkan syair ini dengan kata ‘diharapkan’. Sementara syafaat Rasulullah saw. sudah jelas. Hal ini menyampaikan bahwa seseorang tidak seyogyanya tenggelam dalam maksiat lalu mengandalkan syafaat Rasulullah saw. tersebut. Rasulullah saw. sendiri memiliki sejumlah syafaat”. (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Matnil Burdah, halaman 22).

Syafaat Rasulullah saw. mencakup:

1.) Syafaat Rasulullah saw. pada hari pengadilan manusia yang sangat mencekam di mana manusia ingin berlari dari mahsyar. Masuk ke dalam api, mereka mau lari demi keluar dari hari yang menentukan. Ini yang disebut sebagai “Syafaatul Udzma.” Ini maqam terpuji di mana manusia sejak pertama hingga terakhir memuji Rasulullah saw. Syafaat ini khusus untuknya.

2.) Syafaat Rasulullah saw. untuk memasukkan sekelompok orang ke dalam surga tanpa hisab. Rasulullah saw. mengantar sejak bangkit dari kubur mereka hingga ke surga. Syafaat ini khusus untuknya.

3.) Syafaat Rasulullah saw. untuk memasukkan sekelompok orang yang seharusnya masuk neraka dimasukkan ke dalam surga. Syafaat ini juga khusus untuk Rasulullah saw.

4.) Syafaat Rasulullah saw. untuk mengeluarkan sekelompok orang dari neraka. Syafaat ini tidak khusus untuk Rasulullah saw. Syafaat ini juga dimiliki oleh para ulama dan auliya.

5.) Syafaat Rasulullah saw. untuk mengangkat derajat sekelompok orang di dalam surga. Tidak ada dalil Al-Qur’an dan hadits yang mengambarkan kekhususan syafaat ini untuk Rasulullah saw. Tetapi Imam An-Nawawi menganggap hal itu mungkin.

6.) Syafaat Rasulullah saw. untuk meringankan siksa sejumlah orang kafir.

Syekh Al-Baijuri menjelaskan syafaat Rasulullah saw. untuk meringankan siksa sejumlah orang kafir. Menurutnya, syafaat Rasulullah saw. ini dimaksudkan antara lain untuk pamannya, Abu Thalib:

ومنها شفاعته في تخفيف العذاب عن بعض الكافرين كعمه أبي طالب على القول بأن الله لم يحيه فآمن به صلى الله عليه وسلم وهو المشهور والذي يحب أهل البيت يقول بأن الله أحياه وآمن به صلى الله عليه وسلم والله قادر على كل شيء

“Di antaranya yakni syafaat Rasulullah saw. dalam meringankan siksa dari sejumlah orang kafir mirip pamannya, Abu Thalib, yang menurut satu pendapat ulama, Allah tidak menghidupkannya kembali supaya ia beriman. Ini pendapat masyhur. Sementara para pecinta ahlul bait berpendapat Allah menghidupkan kembali Abu Thalib, lalu ia beriman kepada Rasulullah. Allah kuasa atas segala sesuatu,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Matnil Burdah, halaman 23).



Lalu bagaimana dengan surah Ali Imran ayat 88 yang menyatakan bahwa siksa orang kafir tidak akan diringankan? Syekh Ibrahim Al-Baijuri menjelaskan bahwa ayat ini tidak menafikan syafaat Rasulullah saw. sebagai berikut ini:

ولا ينافي شفاعته صلى الله عليه وسلم في تخفيف العذاب عن بعض الكافرين قوله تعالى ولا يُخَفَّفُ لأن المنفي انما هو تخفيف عذاب الكفر فلا ينافي أنه يخفف عنهم عذاب غير الكفر على أحد الأجوبة في ذلك

“Firman Allah pada surah Ali Imran ayat 88, ‘Tidak diringankan siksa mereka’ tidak menafikan syafaat Rasulullah saw. dalam meringankan siksa sejumlah orang kafir alasannya yakni yang dinafikan ayat itu yakni siksa kekufuran sehingga ayat ini tidak menafikan peringanan siksa atas dosa selain kekufuran, dalam salah satu jawaban wacana ini,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Matnil Burdah, halaman 23).

Semoga Allah memelihara kita, keluarga, dan masyarakat lingkungan kita dari segala larangan-Nya. Kita juga berharap supaya Allah memasukkan nama kita dan nama keluarga kita sebagai penerima syafaat Rasulullah saw. Allahumma shalli wa sallim 'ala Sayyidina Muhammad wa alihi wa shabihi ajma'in. 

Wallahu A’lam


Sumber: Situs PBNU

Sumber https://romanacinta.blogspot.com/

Nabi Sanggup Memberi Syafaat Kepada Orang Kafir

Rasulullah adalah orang yang istimewa. Beliau Nabi dan Rasul terakhir Allah di muka bumi ini. Ajaran agama Islam yang dibawanya menjadi penyempurna atas pedoman Tauhid yang dibawa para nabi dan rasul sebelumnya. Oleh karena itu, Allah menunjukkan kekhususan atau keistimewaan kepada Rasulullah. Sesuatu yang hanya ada dan berlaku pada Rasulullah, tidak pada nabi, rasul ataupun manusia yang lainnya. 

Keistimewaan Rasulullah tidak hanya dikala ia berada di dunia mirip menjadi rahmat bagi semesta alam, dihalalkan harta rampasan perang baginya dan pengikutnya, menjadi penutup para nabi, dan lainnya, namun juga dikala di alam abadi kelak. Merujuk kitab “Syakhshiyatu Ar-Rasul”, setidaknya ada delapan kekhususan atau keistimewaan yang diberikan Allah kepada Rasulullah di alam abadi kelak.

Pertama, orang yang pertama dibangkitkan. Di dalam Islam, dunia adalah ladang amal. Sementara alam abadi adalah ladang panen. Jadi, umat manusia yang meninggal pasti akan dibangkitkan kembali di alam abadi kelak untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya. Siapa yang dibangkitkan paling awal ternyata tidak tergantung siapa yang dulu meninggal. Berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah adalah orang yang pertama dibangkitkan di alam abadi nanti.

“Aku adalah penghulu dari seluruh anak Adam di hari kiamat. Aku orang pertama yang dibelah kuburnya,” kata Rasulullah.

Kedua, pemberi syafaat. Di hari selesai zaman nanti, manusia berbondong-bondong mendatangi para nabi dan rasul untuk meminta syafaatnya. Namun, nabi dan rasul yang didatangi tidak mampu menunjukkan syafaat. Kemudian mereka mendatangi Rasulullah untuk meminta syafaatnya. Karena Rasulullah adalah satu-satunya orang yang diberi hak untuk menunjukkan syafaat, maka ia memintakan ampun semoga mereka terbebas dari siksa api neraka.

Ketiga, pembawa bendera Al-Hamdu. Dikisahkan, bahwa pada dikala hari selesai zaman nanti manusia ditempatkan di padang mahsyar. Mereka berkumpul di bawah bendera orang yang diikutinya dan dicintainya. Pada dikala itu, Rasulullah membawa bendera Al-Hamdu (pujian). Sebuah bendera yang paling tinggi dan paling mulia. Pada nabi dan rasul pun berkumpul di bawah bendera Al-Hamdu ini.

Keempat, delegasi yang berbicara atas nama makhluk seluruhnya. Di akhirat, Rasulullah adalah pemimpin seluruh makhluk. Beliau menjadi juru bicara seluruh makhluk di hadapan Allah swt. 

“Pada hari selesai zaman saya menjadi imam para nabi, khatib mereka, dan pemilik syafaat mereka tanpa kesombongan,” ucap Rasulullah.

Kelima, orang pertama yang melewati jembatan neraka. Disebutkan bahwa nanti di alam abadi ada jembatan (sirath) yang dibentangkan antara tepi neraka jahanam, Rasulullah adalah orang pertama yang berhasil melewati jembatan tersebut. Umatnya mengikutinya di belakangnya.



Keenam, orang yang pertama memasuki surga. Rasulullah adalah orang yang pertama kali mengetuk pintu surga dan yang pertama kali memasukinya. Bahkan, di dalam hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa malaikat tidak akan membukakan pintu surga kecuali Rasulullah yang mengetuk dan memasukinya untuk pertama kali. 

Ketujuh, orang yang memiliki derajat paling tinggi di surga. Allah swt. memberikan  Rasulullah derajat yang paling tinggi di surga kelak. Apapun yang diminta Rasulullah, pasti akan dikabulkan Allah. 

“Barang siapa yang memohon kepadaku ‘Al-Wasilah’, maka pasti menerima syafaat dariku,” kata Rasulullah dalam hadits riwayat Muslim.

Kedelapan, pemilik telaga al-Kautsar. Rasulullah adalah satu-satunya orang yang diberikan telaga al-Kautsar oleh Allah. Bahkan nabi dan rasul lainnya pun tidak mendapatkannya. 

“Ketika saya berjalan di surga, tiba-tiba saya melihat sungai yang kedua sisinya bangunan dan permata lu’lu’ yang memiliki lubang. Aku (Rasulullah) bertanya: Wahai Jibril apa ini? Dia menjawab: Ini ada al-Kautsar yang dianugerahkan Tuhanmu kepadamu. Tanahnya atau wewangiannya dari minyak misk yang sangat wangi,” kata Rasulullah hadits riwayat Bukhari.

Wallahu A’lam


Sumber: Situs PBNU

Sumber https://romanacinta.blogspot.com/

Delapan Keistimewaan Yang Diperoleh Nabi Di Alam Abadi

Di masa Arab jahiliyah, media sosial  telah ada, ialah melalui tradisi bersyair. Topik syair yang digubah para penyair beraneka ragam. Ada yang wacana kisah asmara, alam, atau bahkan menyangkut langsung orang lain. Jika langsung yang dipuji sanggup menjadikan naik popularitas orang yang dikisahkan dalam syair. Sebaliknya, langsung yang dihujat sanggup terpuruk bahkan jatuh namanya.

Di suatu kawasan yang bernama ‘Ukadz, sering diadakan perayaan lomba syair sehingga lahirlah penyair-penyair terkenal saat itu. Di antara penyair terkenal ialah Zuhair bin Salma pengarang Al-Mu’allaqat (semacam buku sajak-sajak). Ia mempunyai dua putra ialah Ka’ab dan Bujair.

Bujair bin Zuhair pada masa Rasulullah saw. masuk Islam. Ka’ab bin Zuhair marah besar melihat saudaranya telah masuk Islam. Ia mengirim syair yang mencemooh sahabat-sahabat Rasul dan Islam. Rasulullah saw. menanggapi serius ancaman provokasi dari syair yang diciptakan oleh Ka’ab bin Zuhair tersebut.

Rasul menginstruksikan untuk mencari Ka’ab bin Zuhair di manapun berada, hidup atau mati. Hal ini menerangkan begitu berbahayanya media umum berupa syair ini saat dipakai untuk menyerang Islam.

Ketika Ka’ab bin Zuhair tersudut di pinggir pantai, tak ada kawasan berlari kecuali menyeberangi lautan. Maka, ia meminta saudaranya, Bujair bin Zuhair, untuk datang menjemput. Ia ingin meminta pengampunan dari Rasulullah saw. Di hadapan Rasulullah saw. sambil menutupi mukanya, Ka'ab bin Zuhair bertanya kepada Rasulullah saw. untuk memastikan, Apakah bila Ka’ab bin Zuhair datang meminta ampunan akan dikabulkan?



Rasulullah saw. mengiyakan. Barulah Ka’ab bin Zuhair menampakkan mukanya, memohon ampunan dan masuk Islam.

Rasulullah saw. meminta kepada Ka’ab bin Zuhair untuk mengubah syairnya yang dulu. Maka seketika itu pula, ia melantunkan syairnya yang terkenal dengan nama “Banat Su’ad” yang berisi pujian kepada Nabi saw. dan para sahabat.

Rasulullah saw. kagum dan sangat senang mendengar syair Ka’ab bin Zuhair tersebut. Rasul serta merta menghadiahkan kepadanya kain burdah (semacam kain bergaris-garis). Kebahagiaan Rasulullah saw. tentunya lantaran syair-syair Ka’ab bin Zuhair sangat penting bagi penyebaran Islam di masyarakat Arab yang sangat mengagungkan karya syair sebagai media sosialnya.

Wallahu A’lam


Sumber: Situs PBNU

Sumber https://romanacinta.blogspot.com/

Bentuk Media Sosial Pada Periode Nabi

Anak yaitu permata dunia yang tidak ternilai bagi orang tua, agama, dan bangsa. Mendidiknya menjadi permata yaitu kewajiban yang harus ditunaikan. Membiarkannya hanyut sebagai batu atau sampah yaitu dosa yang dipertanggungjawabkan dunia-akhirat. 

KH. Abdullah Salam yaitu salah satu ulama besar dari Kajen, Pati, Jawa Tengah, yang sukses mendidik anak-anaknya menjadi belum remaja yang shalih-shalihah. Berikut metode mendidik anak menurut KH. Abdullah Salam atau lebih lebih dikenal dengan panggilan Mbah Dullah Salam. 

Pertama, ketika beramal diniati untuk anak. Sedekah dalam bentuk apapun dan dengan kadar berapapun jangan lupa pahalanya dihadiahkan untuk anak. Orangtua dan kakeknya pasti sanggup pahala juga, sebab yaitu dengan beramal mengatakan bahwa orang basi tanah si anak yaitu anak shalih yang kakek-neneknya mendapatkan transfer pahala sebagai salah satu amal yang pahalanya tidak terputus. 
Kedua, jangan memanjakan anak. Mbah Dullah sangat tegas, disiplin, dan memasang sasaran yang tinggi kepada anak-anak. Anak sejak kecil dibiasakan disiplin dalam shalat jamaah, membaca Al Qur'an, dan berperilaku yang baik supaya terbangun abjad kokoh yang tidak luntur oleh godaan apapun sepanjang hayat. 

Ketiga, jangan suka memuji anak. Memuji anak sanggup mengakibatkan mentalnya tidak bagus, mirip ada rasa sombong dan merasa lebih dibanding yang lain. Anak dilatih rendah hati dan merasa diri bodoh, sehingga semangat mencari pengetahuan terus bergelora di dada. 

Keempat, mendidik anak sepanjang hayat. Mendidik anak tidak hanya waktu kecil, tapi sepanjang orang basi tanah masih sanggup mendidik anak, meskipun anaknya sudah besar, sudah punya anak banyak, tetap dididik sebab yaitu tanggungjawab mendidik anak yaitu dunia darul awet yang tidak ada kata putus, lahir dan batin. 
Kelima, suruh anak fokus dalam satu bidang, sehingga anak sanggup menjadi icon bidang tersebut. Dalam bahasa Inggris be professional one, every body will see you, jadilah orang yang profesional dalam satu bidang, maka semua orang akan melihatmu. 



Putra putri Mbah Dullah berhasil menjadi ikon di bidang ilmu-ilmu agama terutama bidang Al-Qur’an yang menjadi rujukan kader-kader muda bangsa terutama para santri. Semoga belum remaja kita menjadi generasi shalih-shalihah dunia akhirat. Berikut yaitu putra-putri KH. Abdullah Salam yang semuanya menjadi belum remaja yang shalih-shalihah:

1.) Nyai Hj. Munawwaroh, menikah dengan KH.M. Busyro Abdul Latif, menetap di Purwodadi, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hidayah.

2.) KH. Ahmad Nafi’ Abdillah, menikah dengan Nyai Hj. Mahmudah Nafi’, menetap di Kajen, Pengasuh Pondok PMH PUSAT.

3.) Nyai Hj. Hanifah, menikah dengan KH. Ma’mun Muzayyin, menetap di Kajen, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah.

4.) KH. Ahmad Minan Abdullah, menikah dengan Nyai Hj. Maftukhah Minan, menetap di Kajen, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Qur’an.

5.) Nyai Hj. Ishmah, menikah dengan KH.M. Ulin Nuha Arwani, menetap di Kudus, Pengasuh Pondok Tahfidz Yanbu’ul Qur’an.

6.) KH.A. Zaki Fuad, menikah dengan Nyai Hj. Robiatul Adawiyah, menetap di Kajen, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Kautsar.

7.) Nyai Hj. Shofwatin Nikmah, menikah dengan KH. Abdullah Ubaid, menetap di Tegal, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Qur’an.


Sumber: Situs PBNU

Sumber https://romanacinta.blogspot.com/

Cara Mendidik Anak Menurut Kh. Abdullah Salam