Halaman

    Social Items

loading...
loading...
Mengakui kesalahan diri ialah salah satu sikap yang paling berat untuk dilakukan. Terlebih bila yang melakukan kesalahan tersebut ialah orang yang memiliki kedudukan atau jabatan tinggi, atau merupakan tokoh besar. Tentu mereka enggan mengakui kekhilafan diri. Bahkan, tidak sedikit yang mencari kambing hitam atas kesalahan yang diperbuatnya. 

Hanya orang besar dan yang berlapang dadalah yang berani mengakui kesalahan diri atau kekhilafannya. Mengapa demikian? Karena setiap orang memiliki hasrat untuk dianggap penting dan ahli oleh orang lain. Oleh sebab ialah itu, mereka beranggapan bahwa dengan mengakui kesalahan diri, maka harkat dan martabat mereka akan menurun. Tentu ini akan merugikan citra mereka. 

Padahal sebetulnya, berani mengakui kesalahan diri ialah sikap yang gentle. Ia berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya. Bukan malah menyembunyikan, atau mengelaknya. 

Terkait sikap berani mengakui kesalahan diri, kita sanggup mencar ilmu dari Rasulullah. Seorang yang memiliki kedudukan paling agung di dunia. Nabi dan Rasul terakhir. Seseorang yang paling dicintai Allah, Tuhan sekalian alam. Dan seseorang yang paling banyak diikuti dan dicintai oleh umat manusia. Meski memiliki kedudukan yang begitu tinggi, Rasulullah selalu mengakui kekhilafan yang diperbuat.

Salah satu kisah datang dari sebuah hadits yang diriwayatkan An-Nasa’i dan Abu Dawud dari Abu Said bin Jubair. Dalam hadits tersebut diceritakan bahwa  suatu saat Rasulullah sedang membagi-bagikan sesuatu kepada para sahabatnya. Nahasnya, pada kesempatan itu ada salah seorang sobat yang jatuh dan mengenai pelepah kurma yang dibawa Rasulullah hingga menjerit kesakitan. 

Melihat insiden itu, Rasulullah eksklusif memanggil sobat tersebut. Bukan menyuruhnya untuk tutup mulut, Rasulullah malah meminta sobat tersebut untuk membalasnya. Yakni, menusuk perut Rasulullah dengan pelepah kurma juga sebagai bentuk sikap berani mengakui kekhilafan. Tentu saja, sobat tersebut eksklusif menolak undangan tersebut. Ia mengaku sudah memaafkan apa yang dilakukan Rasulullah itu.

Kisah lain ihwal Rasulullah yang berani mengakui kesalahan diri datang dari Ibnu Umar. Dikutip buku Love, Peace, dan Respect: 30 Teladan Nabi dalam Pergaulan, diceritakan bahwa suatu dikala Rasulullah sedang mengimami shalat. Pada dikala membaca suatu surah –setelah membaca Fatihah- Rasulullah tiba-tiba lupa dan ragu untuk membaca saluran sebuah ayat dalam surah tersebut.

Setelah shalat, Rasulullah menghampiri Umar bin Khattab yang menjadi salah satu makmumnya. Kepada Umar bin Khattab, Rasulullah bertanya ihwal apakah ayat yang dibacanya di dalam shalat ada yang keliru. Umar bin Khattab mengiyakan. Rasulullah salah dalam membaca ayat tersebut. 

“Aku lupa, mengapa kamu tidak mengingatkan,” kata Rasulullah kepada Umar bin Khattab dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud.



Selain itu, ada kisah ihwal bagaimana Rasulullah mengakui kesalahan diri yang begitu menyentuh. Dikutip dari buku Kisah Teladan Rasulullah Menghadirkan Jiwa Muraqabah Lewat Puasa, pada dikala Rasulullah jatuh sakit –beberapa hari sebelum wafat- ia meminta para sobat untuk membawanya ke masjid. Usai didudukkan di mimbar, Rasulullah meminta Bilal untuk memanggil semua sahabatnya agar datang ke masjid.

Pada dikala itu, Rasulullah memperlihatkan banyak hal. Mulai dari nasihat, petuah, hingga pertanyaan kepada para sahabatnya. Rasulullah bertanya apakah dirinya memiliki hutang kepada para sahabatnya. Awalnya, para sobat menjawab bahwa Rasulullah tidak memiliki hutang sama sekali kepada para sahabat, bahkan sebaliknya. 

Akan tetapi, tiba-tiba ada seorang sobat yang mengacungkan tangan. Akasyah namanya. Ia mengaku jikalau Rasulullah memiliki ‘masalah’ dengannya. Apakah itu disebut hutang atau tidak, ia tidak tahu. Namun yang pasti, Akasyah meminta Rasulullah untuk merampungkan ‘masalahnya’ itu. 

Akasyah kemudian bercerita, dulu pada dikala perang Uhud, Rasulullah mengayunkan cemeti ke belakang kudanya. Akan tetapi, Akasyah menyebutkan jikalau ayunan cemeti Rasulullah tersebut mengenai dadanya, bukan belakang kuda Rasulullah. Setelah mendengar kisah Akasyah, Rasulullah mengakui jikalau itu ialah kekhilafannya. Rasulullah pun meminta Akasyah untuk melakukan hal yang sama; memukul dada Rasulullah dengan cemeti. Singkat cerita, Akasyah tidak jadi memukul Rasulullah. Ia malah memeluk tubuh Rasulullah dengan erat. 

Wallahu A’lam


Sumber: Situs PBNU

Sumber https://romanacinta.blogspot.com/

Kisah Rasulullah Berani Mengakui Kesalahan

TUKANG SHARE
Mengakui kesalahan diri ialah salah satu sikap yang paling berat untuk dilakukan. Terlebih bila yang melakukan kesalahan tersebut ialah orang yang memiliki kedudukan atau jabatan tinggi, atau merupakan tokoh besar. Tentu mereka enggan mengakui kekhilafan diri. Bahkan, tidak sedikit yang mencari kambing hitam atas kesalahan yang diperbuatnya. 

Hanya orang besar dan yang berlapang dadalah yang berani mengakui kesalahan diri atau kekhilafannya. Mengapa demikian? Karena setiap orang memiliki hasrat untuk dianggap penting dan ahli oleh orang lain. Oleh sebab ialah itu, mereka beranggapan bahwa dengan mengakui kesalahan diri, maka harkat dan martabat mereka akan menurun. Tentu ini akan merugikan citra mereka. 

Padahal sebetulnya, berani mengakui kesalahan diri ialah sikap yang gentle. Ia berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya. Bukan malah menyembunyikan, atau mengelaknya. 

Terkait sikap berani mengakui kesalahan diri, kita sanggup mencar ilmu dari Rasulullah. Seorang yang memiliki kedudukan paling agung di dunia. Nabi dan Rasul terakhir. Seseorang yang paling dicintai Allah, Tuhan sekalian alam. Dan seseorang yang paling banyak diikuti dan dicintai oleh umat manusia. Meski memiliki kedudukan yang begitu tinggi, Rasulullah selalu mengakui kekhilafan yang diperbuat.

Salah satu kisah datang dari sebuah hadits yang diriwayatkan An-Nasa’i dan Abu Dawud dari Abu Said bin Jubair. Dalam hadits tersebut diceritakan bahwa  suatu saat Rasulullah sedang membagi-bagikan sesuatu kepada para sahabatnya. Nahasnya, pada kesempatan itu ada salah seorang sobat yang jatuh dan mengenai pelepah kurma yang dibawa Rasulullah hingga menjerit kesakitan. 

Melihat insiden itu, Rasulullah eksklusif memanggil sobat tersebut. Bukan menyuruhnya untuk tutup mulut, Rasulullah malah meminta sobat tersebut untuk membalasnya. Yakni, menusuk perut Rasulullah dengan pelepah kurma juga sebagai bentuk sikap berani mengakui kekhilafan. Tentu saja, sobat tersebut eksklusif menolak undangan tersebut. Ia mengaku sudah memaafkan apa yang dilakukan Rasulullah itu.

Kisah lain ihwal Rasulullah yang berani mengakui kesalahan diri datang dari Ibnu Umar. Dikutip buku Love, Peace, dan Respect: 30 Teladan Nabi dalam Pergaulan, diceritakan bahwa suatu dikala Rasulullah sedang mengimami shalat. Pada dikala membaca suatu surah –setelah membaca Fatihah- Rasulullah tiba-tiba lupa dan ragu untuk membaca saluran sebuah ayat dalam surah tersebut.

Setelah shalat, Rasulullah menghampiri Umar bin Khattab yang menjadi salah satu makmumnya. Kepada Umar bin Khattab, Rasulullah bertanya ihwal apakah ayat yang dibacanya di dalam shalat ada yang keliru. Umar bin Khattab mengiyakan. Rasulullah salah dalam membaca ayat tersebut. 

“Aku lupa, mengapa kamu tidak mengingatkan,” kata Rasulullah kepada Umar bin Khattab dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud.



Selain itu, ada kisah ihwal bagaimana Rasulullah mengakui kesalahan diri yang begitu menyentuh. Dikutip dari buku Kisah Teladan Rasulullah Menghadirkan Jiwa Muraqabah Lewat Puasa, pada dikala Rasulullah jatuh sakit –beberapa hari sebelum wafat- ia meminta para sobat untuk membawanya ke masjid. Usai didudukkan di mimbar, Rasulullah meminta Bilal untuk memanggil semua sahabatnya agar datang ke masjid.

Pada dikala itu, Rasulullah memperlihatkan banyak hal. Mulai dari nasihat, petuah, hingga pertanyaan kepada para sahabatnya. Rasulullah bertanya apakah dirinya memiliki hutang kepada para sahabatnya. Awalnya, para sobat menjawab bahwa Rasulullah tidak memiliki hutang sama sekali kepada para sahabat, bahkan sebaliknya. 

Akan tetapi, tiba-tiba ada seorang sobat yang mengacungkan tangan. Akasyah namanya. Ia mengaku jikalau Rasulullah memiliki ‘masalah’ dengannya. Apakah itu disebut hutang atau tidak, ia tidak tahu. Namun yang pasti, Akasyah meminta Rasulullah untuk merampungkan ‘masalahnya’ itu. 

Akasyah kemudian bercerita, dulu pada dikala perang Uhud, Rasulullah mengayunkan cemeti ke belakang kudanya. Akan tetapi, Akasyah menyebutkan jikalau ayunan cemeti Rasulullah tersebut mengenai dadanya, bukan belakang kuda Rasulullah. Setelah mendengar kisah Akasyah, Rasulullah mengakui jikalau itu ialah kekhilafannya. Rasulullah pun meminta Akasyah untuk melakukan hal yang sama; memukul dada Rasulullah dengan cemeti. Singkat cerita, Akasyah tidak jadi memukul Rasulullah. Ia malah memeluk tubuh Rasulullah dengan erat. 

Wallahu A’lam


Sumber: Situs PBNU

Sumber https://romanacinta.blogspot.com/

No comments